Organizational Complexity

Organisasi menjadi kompleks dapat dilihat dari sisi orang-orang yang membentuknya sendiri sudah kompleks, orang-orang tersebut memiliki perbedaan-perbedaan pada jenis kelamin, umur, latar belakang, pengalaman, kepercayaan, nilai-nilai dan keinginan. Dengan demikian, kita dapat mengatakan bahwa semua organisasi adalah kompleks tanpa perlu memperhatikan keragaman internalnya (internal diversity), namun disebabkan oleh perbedaan interpersonalnya.






















Gambar 1. Tingkat kompleksitas organisme dan lingkungannya dilihat dari komponen-komponen pembentuknya.
Sumber: www.idiagram.com



Gambar 1 diatas digambarkan secara jelas oleh Marshall Clemen tentang hadirnya kompleksitas suatu organisme hingga lingkungannya yang timbul dari komponen-komponen pembentuknya dari yang paling dasar adalah String dan Quark. String dan Quark hingga saat ini dipercaya sebagai pembentuk paling dasar dari materi yang ada didunia ini, jauh lebih mendasar dibandingkan dengan atom. Masing-masing bentuk tersebut memiliki tingkat kompleksitasnya. Sehingga ilustrasi ini menjadi pendukung dan penjelas kompleksitas organisasi yang dilihat dari interpersonalnya, dengan melihat seseorang dalam organisasi juga sebagai organisme.

Kompleksitas organisasi dari segi interpersoalnya juga dapat dilihat dari sisi kemampuan hampir semua orang mampu untuk memainkan berbagai peran yang berbeda-beda dalam organisasi. Hal ini dapat terlihat bagaimana dalam pemutaran tugas (rolling), seseorang mampu memainkan peran sesuai dengan kepercayaan dan norma-norma yang ada pada pada fungsi dan proyek tertentu yang diberikan padanya, pada waktu tertentu (Dooley, 2002; hal. 7).

Dari sudut pandang teori organisasi, organizational complexity merupakan respon dari tingkat kompleksitas baik didalam maupun diluar organisasi tersebut. Kompleksitas dari lingkungan internal dan eksternal dapat digambarkan dalam tiga dimensi yaitu diferensiasi atau variasinya, sifat-sifat dinamiknya, dan kompleksitas dari mekanisme dasar penyebabnya. (Dooley, 2002; hal. 7).

Teori contingency mengatakan kepada kita tentang bentuk dan perilaku suatu organisasi yang mengikuti kondisi lingkungan eksternalnya, atau dengan kata lain fit dengan lingkungannya. Dengan lingkungan eksternal yang kompleks organisasi juga akan menjadi kompleks. Dalam usaha untuk fit dengan lingkungan eksternalnya organisasi melakukannya dengan melakukan diferensiasi.

Organsisasi menjadi kompleks juga dapat disebabkan oleh kondisi internalnya, seperti apa yang diungkapkan oleh Thompson (1967) dalam Dooley (2002, hal.9) tentang organisasi teknologi. Dengan mengikutsertakan artifak fisik seperti prosedur, metode dan proses dalam organisasi tersebut, maka semakin kompleks teknologi suatu organisasi maka suatu organisasi akan cenderung semakin kompleks.

Perrow (1984) dalam bukunya Normal Accidents: Living with High-Risk Technologies berargumen bahwa sistem kita telah menjadi begitu kompleks dan closely coupled sehingga kecelakaan-kecelakaan telah menjadi sesuatu yang normal dan tidak dapat menjaminnya bahwa hal tersebut tidak akan terjadi. Disebabkan oleh sistem yang kompleks, maka diperlukan operasi yang sifatnya desentralisasi sehingga tercipta fleksibilitas jika terjadinya suatu kesalahan. Namun, sistem yang closely coupled memerlukan operasi yang sifatnye sentralisasi sehingga terciptanya kontrol dalam sistem. Dengan demikian Perrow berargumen bahwa kita tidak dapat memiliki kedua operasi desentralisasi dan sentralisasi, sehingga kecelakaan yang dianggap sebagai kejadian normal tidak dapat dihindari. Perrow membagi teknologi dalam organisasi dalam linier atau kompleks. Linier dalam hal ini menunjukkan sesuatu yang lebih sederhana dari mekanisme yang lebih kompleks, atau lebih mudah dimengerti.

Lingkungan institusional juga memberikan pengaruh terhadap organizational complexity. Seperti dikatakan oleh Powell (1988) dalam Dooley (2002, hal.10):

“located in environments in which conflicting demands are made upon them will be especially likely to generate complex organizational structures with disproportionately large administrative components and boundary spanning units” (p.126)

Hal ini mendukung seperti apa yang dikatakan juga oleh teori institusinalization.

Mitzberg (1993) dalam Dooley (2002, hal.13) menggambarkan perubahan struktur organisasi dengan adanya perubahan lingkungan, jika lingkungan semakin kompleks, maka organisasi akan semakin decentralized. Dalam hal lingkungan yang kompleks Mitzberg membagi lingkungan menjadi dua, yaitu i) kompleks tetapi stabil dan ii) kompleks tetapi turbulens. Dalam lingkungan i), organisasi akan memilih standarisasi dalam proses kerja dan keluarannya. Contohnya adalah organisasi manufaktur melakukan sistem kualitas seperti pada petunjuk dalam standar ISO 9000. Sedang dalam lingkungan ii), organisasi akan melakukan mutual adjustment. Hal ini dapat digambarkan dengan perusahaan-perusahaan yang terdapat dalam industri internet yang melakukan mutually co-evolve standar dengan tujuan untuk menjaga kompatibilitas dengan perusahaan lainnya.

0 comments: