PT Adhi Karya Tbk: Antara Pertumbuhan dan Risiko

Tulisan ini dipublikasikan pada Koran Investor Daily, 01 Februari 2010




Perkembangan infrastruktur Indonesia masih tertinggal dibandingkan negara-negara ASEAN. Kondisi ini menjadi cukup dilematis, terlebih tuntutan globalisasi dan perdagangan bebas semakin meningkat. Keseluruhan kebutuhan dana investasi infrastruktur sepanjang tahun 2010-2014 diperkirakan mencapai hampir Rp 2000 triliun, suatu nilai yang cukup besar. Beberapa infrastructure summit yang dilakukan pemerintah masih kurang mendapat respon dari investor. Sebagaimana diketahui, perusahaan-perusahaan yang ada dalam bisnis di indusrtri infrastruktur dan konstruksi mengalami risiko bisnis yang cukup besar dan karakter pengembalian investasi yang panjang.

Total nilai kue pasar konstruksi 2009 sekitar Rp 170 triliun, dan pada tahun 2010 diperkirakan nilai pasar konstruksi akan meningkat sekitar 8%-10%. Hal ini menunjukkan bahwa proyeksi tahun 2010 pertumbuhan pasar konstruksi akan kembali normal seperti pada tahun 2003-2007. Perkembangan sektor konstruksi dan infrastruktur memberikan peluang yang besar bagi PT Adhi Karya Tbk (ADHI) sebagai salah satu perusahaan kontraktor besar dan mampu menembus pasar luar negeri.

Kinerja Keuangan: Pertumbuhan dan Risiko Bad Debt

Penjualan perusahaan sejak tahun 2002 hingga tahun 2008 terus meningkat, dengan rerata pertumbuhan tahunan (CAGR) sebesar 27,36%. Hal ini menunjukkan perusahaan mampu terus mengembangkan bisnisnya. Penghasilan perusahaan terutama dibagi dalam tiga golongan jenis bisnis, yaitu construction services, EPC services, dan investment. Dalam bisnis construction services, perusahaan menggarap proyek-proyek infrastruktur dan pembangunan gedung. Dalam bisnis EPC services, perusahaan mengerjakan proyek-proyek pembangkit tenaga listrik dan konstruksi untuk industri minyak dan gas. Sedangkan bisnis investment adalah investasi pada anak-anak perusahaan yang bergerak dalam bidang properti, konstruksi, dan perdagangan. Penghasilan perusahaan sekitar 90% masih dikuasai oleh construction services.

Peningkatan penjualan tahun 2008 dibandingkan tahun sebelumnya sebesar 33,50%. Sebaliknya keuntungan bersih menurun sebesar 26,99%. Penurunan ini disebabkan terutama oleh dua faktor, yaitu meningkatnya alokasi bad debt expense sebesar Rp 146 miliar dan beban risiko valuta asing terhadap laporan keuangan perusahaan sebesar Rp 12 miliar.



Alokasi bad debt expense terutama dari alokasi piutang perusahaan yang kemungkinan tidak dapat diperoleh, dan hilangnya nilai investasi pada suatu perusahaan. Salah satunya adalah terkait dengan proyek pembangunan monorail di Jakarta. Nilai proyek yang dilakosikan oleh perusahaan yang tidak dapat tertagih adalah sebesar Rp 26,7 miliar dan nilai investasi pada perusahaan PT Jakarta Monorail sebesar Rp 13,9 miliar (setara dengan 7,65% kepemilikan saham). Salah satu proyek lainnya yang mengalami permasalahan adalah pembangunan jembatan Dumai, dengan nilai piutang usaha yang dibebankan mencapai Rp 16,4 miliar.

Pada tahun 2009 keuntungan perusahaan diperkirakan akan meningkat sekitar 40%-50% dari keuntungan bersih tahun sebelumnya. Meningkatnya keuntungan ini selain dari peningkatan pendapatan perusahaan juga terkait dengan telah dialokasikannya bad debt expense yang signifikan pada tahun sebelumnya. Diharapkan tidak timbul lagi hal-hal seperti ini pada laporan keuangan 2009 maupun pada perkembangan bisnis perusahaan ke depannya.

Sementara itu, kinerja keuangan perusahaan berdasarkan laporan keuangan kuartal III 2008 menunjukkan peningkatan penjualan dan keuntungan bersih. Masing-masing sebesar 32,65% dan 22,99% dibandingkan periode yang sama tahun 2007. Namun keuntungan operasional menurun sebesar 15,71%.

Kinerja Pasar: Penurunan Kinerja dan Tingginya Fluktuasi Harga


Berdasarkan pengamatan CAPITAL PRICE, kinerja pasar perusahaan terus mengalami penurunan sejak tahun 2005. Data Capital Market Trends menunjukkan PER dan PBV terus menurun tajam sepanjang tahun 2005 hingga 2009, demikian pula shareholder market value added (SMVA). PER, PBV, SMVA perusahaan pada 2005 tercatat masing-masing sebesar 22,64 kali, 4,83 kali, dan 382,93%. Kemudian pada 2009 tercatat 6,43 kali, 0,91 kali, dan minus 8,74%. Hal ini menjadi kontras apabila dibandingkan dengan pertumbuhan perusahaan, baik dari penjualan maupun keuntungan. Terlebih apabila diperhatikan ROE perusahaan cenderung stabil sepanjang tahun pengamatan, kecuali tahun 2008.


Sumber: Capital Market Trends, CAPITAL PRICE


Harga saham perusahaan sangat fluktuatif. Sepanjang tahun 2004 hingga 2009 pergerakan harga saham perusahaan berada pada kisaran Rp 400 – Rp 1600, suatu kisaran yang sangat lebar. Harga saham perusahaan memiliki volatilitas yang cukup tinggi dengan rerata nilai deviasi standar berada di atas 60%, bahkan pernah mencapai lebih dari 100%. Risiko pasar perusahaan (diwakili oleh beta) menunjukkan rerata angka dikisaran 1,5-2,0; suatu nilai yang juga cukup tinggi.

Berdasarkan penjelasan kinerja keuangan dan kinerja pasar, seolah-olah kinerja pasar saham perusahaan kurang memiliki hubungan yang selaras dengan fundamental perusahaan. Tetapi, antara kinerja keuangan dan kinerja pasar perusahaan sama-sama mencerminkan risiko yang tinggi. Salam Investasi!


Oleh:
Guntur Tri Hariyanto dan Roy Sembel



0 comments: