Permintaan CPO Global Masih Lemah
Data bulan Januari 2015 yang ditunjukkan oleh salah satu pemain terbesar di industri kelapa sawit, yaitu Astra Agro Lestari (AALI) cukup membuat terkejut banyak pihak. Volume penjualan CPO emiten itu turun hingga 33% yoy. Tidak mau kalah, volume penjualan kernel AALI jatuh 23% yoy. Penurunan volume penjualan bahkan juga diikuti oleh turunnya harga jual rerata hingga mencapai 10,7% untuk CPO dan 15,9% untuk kernel.
Bagaimana dengan volume produksinya? Apakah jatuhnya volume penjualan karena volume produksi yang berkurang? Bila ditelisik lebih dalam, volume produksi memang mengalami penyusutan sebesar 9% untuk tandan buah segar (TBS) dan 7% untuk produksi CPO. Melihat kondisi ini, bahwa produksi hanya turun di bawah satu digit, namun volume penjualan jatuh double digit, menjadi masuk akal bila kita kemudian menyimpulkan bahwa terjadi penyusutan penyerapan produk oleh pasar.
Apa yang terjadi pada AALI dapat dijadikan gambaran bagaimana saat ini terjadi pelemahan terhadap permintaan produk CPO Indonesia. Pada Januari 2015 ini ekspor produk CPO dan turunannya dari Indonesia susut 8% mom atau 15% yoy, meskipun pada tahun lalu ekspor sedikit naik sebesar 2,5%.
Secara lebih khusus, ekspor ke Tiongkok dan India bahkan jatuh sekitar 40% mom di bulan Januari 2015. Penurunan juga sudah terefleksi di tahun 2014, dimana ekspor ke Tiongkok hanya 2,34 juta ton atau melemah 9% yoy, sedangkan ekspor ke India hanya mencapai 5,1 juta ton atau turun 17% yoy.
Menurunnya ekspor CPO dan produk turunannya ke India terutama disebabkan oleh lemahnya pertumbuhan ekonomi, naiknya pajak impor minyak nabati, dan melemahnya mata uang India terhadap dollar AS. Sementara itu, faktor utama pelemahan ekspor ke Tiongkok didorong oleh menurunnya pertumbuhan ekonomi negara ini dan tingginya stok minyak kedelai.
Di sisi lain, harapan pertumbuhan penjualan ekspor produk CPO dan turunannya datang dari Uni Eropa dan Timur Tengah. Meskipun Uni Eropa terus menyalurkan kampanye negatif terhadap minyak sawit Indonesia, permintaan ke Uni Eropa tumbuh 3% yoy menjadi 4,13 juta ton di 2014. Pertumbuhan ekspor ke Timur Tengah memberikan angin segar dengan tumbuh 16% yoy menjadi 2,29 juga ton. Tingkat aplikasinya yang luas, efektifitas, dan harganya yang murah yang menjadi penyebab di kedua pasar minyak kelapa sawit mengalami peningkatan permintaan.
Sebagai tambahan bagi optimisme di industri kelapa sawit adalah peningkatan target penggunaan kelapa sawit dalam biofuel menjadi 15%. Hal ini merupakan bagian dari rencana paket kebijakan pemerintah untuk mengurangi defisit neraca berjalan dan membantu penguatan rupiah. Kebijakan ini selain akan menguntungkan produsen minyak sawit tetapi juga akan bisa mengurangi jumlah impor bahan bakar sehingga dapat menghemat devisa.
Mempertimbangkan masih lemahnya permintaan global, harga CPO diperkirakan akan bergerak di kisaran RM2.200-2.400 di tahun ini. Meski demikian, range harga tersebut sudah lebih baik dibandingkan harga di bulan Agustus tahun lalu yang sempat menyentuh di bawah RM2.000.
Labels:
Industry Analysis,
Plantation
0 comments:
Post a Comment