BI rate: Kejutan Menjelang Imlek




Pada tanggal 17 Februari 2015, Bank Indonesia memutuskan untuk menurunkan BI rate dan Fasbi rate 25 bps, sehingga menjadi 7,5% dan 5,5% masing-masing. Sebuah keputusan yang di luar dugaan rata-rata analis.

Saya melihatnya keputusan ini banyak dipengaruhi oleh rendahnya harga minyak sehingga pemerintah dapat mengalokasikan ruang fiskal yang lebih besar, terjadinya deflasi di bulan Januari 2015, dan melebarnya surplus neraca perdagangan menjadi USD710 di Januari 2015 dari hanya USD185 juta di Desember 2014. Hal lain yang mungkin berpengaruh adalah rendahnya realisasi pertumbuhan penyaluran kredit perbankan yang hanya sekitar 11% di 2014.

Secara umum, penurunan BI rate direspon positif oleh pasar. Hal ini dapat dilihat dari IHSG yang terus mencetak rekor tertinggi terbaru secara rally, dan saat ini terus bettahan di lecel 5.400-an. kembali ditutup mencetak rekor tertinggi mencapai 5.390. Bahkan nilai transaksi perdagangan harian secara rata-rata mengalami peningkatan serta net buy asing yang juga pada tren yang sama.

Meski demikian, apresiasi IHSG juga dipengaruhi oleh keputusan Presiden Jokowi yang batal melantik Komjen Budi Gunawan menjadi Kapolri serta melakukan pergantian kepemimpinan KPK sehingga dapat meredam "perseteruan" antara KPK dan POLRI. Dalam beberapa minggu lalu, kondisi politik yang sangat tidak menentu begitu menyandera negara ini. Sehingga keputusan tersebut dapat membantu investor kembali fokus pada kondisi fundamental perekonomian.

Kedua hal ini memberikan angin segar akan perkembangan ekonomi nasional yang lebih stabil dan lingkungan yang lebih mendukung untuk pertumbuhan. Namun di sisi lain, dengan turunnya BI rate, Rupiah diperkirakan akan menguji ke level Rp13.000/USD. Meski BI tentunya akan menjaga volatilitas Rupiah untuk tidak mrnjadi liar, tetapi sepertinya akan cenderung melepas Rupiah mencapai titik kesetimbangannya yang baru.

Secara umum, penuruan BI rate akam berpengaruh pada emiten-emiten perbankan yang akan terkena imbas positif. Terutama bila dilihat dari dampaknya terhadap penyaluran kredit. Terlebih bank-bank juga menunjukkan kinerja pertumbuhan laba yang baik meski tahun lalu mengalami banyak tantangan.

Tahun ini sektor swasta mulai bergerak untuk ekspansi karena tahun lalu banyak yang menunda. Kebijakan pemerintah pun lebih berpihak bagi pertumbuhan ekonomi, terutama melalui program pembangunan infrastruktur. Oleh karenanya kebutuhan akan modal kerja dan modal investasi semakin meningkat. Permintaan kredit perbankan pun diperkirakan akan terus meningkat.

0 comments: