Complexity Science

Seperti yang dikatakan oleh Kathlin K. Ray bahwa dunia saat ini lingkungan yang ada bersifat chaotic dan turbulens, oleh karenanya memerlukan cara pandang berbeda tentanga dinamika sistem yang saat ini sedang terjadi. Capra (1996) seperti disampaikan dalam Dann dan Barclay (2006) melakukan penelusuran terhadap pemikir-pemikir tentang dinamika system yang berbeda dari dinamika system yang reduksionis, berikut adalah hasil penelusuran tersebut:


  • A system is an integrated whole, whose properties cannot be reduced to the sum of its parts.
  • All phenomena are interrelated yet independent thus each system forms part of a larger system, yet each has its own individual proper-ties. This is the idea of systems being nested or arranged in a hierarchy.
  • Each system exhibits properties that do not exist at lower levels within the hierarchy. These are called ‘emergent properties’ e.g. life, consciousness
  • The observer influences the determination of the system boundary i.e. what is be described as part of the system and what is excluded and the purpose of the system thus making definition of the system and its constituent parts critical.
  • Systems are subject to feedback i.e. the influence of one element on another within the sys-tem. The nature of this feedback can vary either being positive (amplifying and providing ‘gain’ in the system) or be negative (declining, ‘damping’ of the system). This is so called ‘non-linear’ behaviour.


Setelah sekian lama berada dalam sudut pandang mekanistik telah muncul sudut pandang baru yang disebut sebagai complexity science, sering juga disebut teori complexity. Untuk mengerti tentang complexity, dalam hal ini akan digunakan pengertian yang diberikan oleh Zimmerman dkk, yaitu:

Complexity is “a description of the complex phenomena demonstrated in systems characterized by nonlinear interactive components, emergent phenomena, continuous and discontinuous change, and unpredictable outcomes. Complexity is usually understood in contrast to simple, linear and equilibrium-based systems.”

Complexity systems merupakan sistem yang hidup, dibangun dari model-model biologis yang merupakan sistem yang non-linier dan dapat beradaptasi dengan perubahan lingkungan. Studi tentang complexity science sebenarnya ditujukan untuk memahami efek-efek yang tidak langsung. Masalah-masalah dalam sistem ini sulit untuk dipecahkan karena sulit untuk dimengerti yang disebabkan oleh sebab dan akibat yang tidak jelas hubungan antara keduanya. Pada system ini ketika kita memberikan perlakuan di tempat A, maka efeknya bisa saja di tempat F atau V, hal ini disebabkan ketergantungan bagian-bagian dalam system.

Complexity science berusaha untuk menggambarkan bagaimana suatu system yang kompleks, seperti organisasi, dapat menghasilkan keluaran-keluaran yang sederhana. Perilaku seperti ini seperti yang terjadi pada tubuh manusia, milyaran sel-sel saling berinteraksi dan bekerjasama dan membentuk tubuh manusia sebagai unit tunggal. Demikian pula dalam organisasi, bermacam-macam individu membentuk divisi, divisi-divisi kemudian membentuk departemen, dan departemen-departemen membentuk organisasi secara keseluruhan. Kumpulan bagian-bagian menjadi suatu emergence, mekanisme ini disebut sebagai self-organization. Dalam system ini sulit untuk hanya melihat pada satu sel atau satu orang yang kemudian kita mengatakan akan ada interaksi dengan yang lainnya dan membentuk tubuh atau organisasi.

Sudut pandang complexity science menggunakan penyelidikan yang sistematis untuk membangun representasi realitas yang bersifat fuzzy, multivalent, multi-level dan multi-disciplinary. Sistem dapat dimengerti dengan melihat pola perilaku dalam complexity, pola perilaku yang menggambarkan potensial evolusi dari sistem tersebut. Deskripsi-deskripsi dalam sistem bersifat indeterminate dan komplementer, dan tergantung oleh pengamat. Transisi sistem lazimnya antara titik-titik kesetimbangan hingga adaptasi lingkungan dan self-organization; kontrol dan keteraturan bersifat emergent dibandingkan predetermined (Dooley, 1996; hal. 1).

Bar-Yam mengatakan sistem berpikir yang lebih sistematis untuk dapat mengerti perilaku kolektif dapat menggunakan konsep complexity profile, yang fokus perhatiannya pada skala dimana perilaku tertentu dari suatu sistem dapat terlihat oleh pengamat atau luasnya pengaruh perilaku tersebut pada lingkungannya. Definisi skala yang dimaksudkan dalam hal ini mempertimbangkan faktor-faktor luasnya ruang, lamanya waktu, momentum dan energi dari suatu perilaku. Biasanya perilaku-perilaku dalam skala yang lebih besar melibatkan koordinasi antara bagian-bagian sistem atau melibatkan energi yang yang lebih besar.

Complexity profile memperhitungkan jumlah perilaku-perilaku yang dapat diamati pada skala tertentu yang juga termasuk semua perilaku-perilaku yang ditempatkan pada skala tersebut atau skala yang lebih besar. Ketika suatu sistem dibentuk oleh bagian-bagian yang saling independen, perilakunya berada dalam skala yang kecil. Ketika suatu sistem yang dibentuk oleh bagian-bagian yang saling bergerak pada arah yang sama, perilakunya berada dalam skala yang paling besar. Ketika suatu sistem dibentuk oleh bagian-bagian yang perilakunya terkorelasi sebagian dan partially independent, maka ketika kita melihat sistem pada skala yang semakin baik kita akan melihat lebih banyak detail dari sistem itu. Hal ini merupakan karakteristik dari complex systems yang dibentuk oleh bagian-bagian yang terspesialisasi dan terkorelasi. Sistem seperti ini memiliki complexity profile yang menurun secara gardual dengan semakin besarnya skala.




























Gambar 4. Complexity profile

Sumber: Yaneer Bar-Yam, Complexity Rising: From Human Beings to Human Civilization, A Complexity Profile


Complexity profile manusia digambarkan oleh Bar-Yam dalam kurva smooth yang menurun disebabkan oleh terdapat berbagai macam skala dimana detail dari perilaku internal manusia dari bagian-bagian dapat terlihat. Seperti contohnya, pada skala atomik pergerakan sebuah atom dapat terlihat, namun hampir semua pergerakan tersebut tidak dapat terlihat pada skala cellular. Bar-Yam menyarankan bila melihat perilaku kolektif dari kelompok manusia, akan lebih baik menggunakan referensi pada nilai complexity profile pada skala manusia (human), yaitu Cindividual. Hal ini menggambarkan complexity dari pengaruh seorang manusia yang mungkin timbul terhadap manusia lainnya.


















Gambar 5. Complexity profile manusia

Sumber: Yaneer Bar-Yam, Complexity Rising: From Human Beings to Human Civilization, A Complexity Profile
















Gambar 6. Complexity profile manusia

Sumber: Yaneer Bar-Yam, Complexity Rising: From Human Beings to Human Civilization, A Complexity Profile


Perilaku suatu sistem, oleh Bar-Yam, digambarkan terhubung dengan environmental demands. Hubungan ini dibentuk dari proses seleksi terhadap sistem-sistem yang secara kontinu dapat bertahan dalam lingkungan. Bentuk hubungan tersebut terutama, yaitu complexity dari environmental demands harus lebih rendah dari perilaku sistem organisme yang kemungkinan besar akan bertahan. Lingkungan dari organisasi manusia secara sebagian dibentuk oleh organisasi manusia lainnya. Melalui kompetisi peningkatan complexity dari satu organisasi akan menyebabkan peningkatan complexity organisasi lainnya. Dengan demikian hal ini memberi kesan sepanjang waktu sepanjang waktu complexity dari organisasi-organisasi semakin meningkat hingga perilaku kolektif menjadi semakin kompleks daripada perilaku seorang individu manusia.





















Gambar 7. Karakteristik dari Complex Systems

Sumber: www.necsi.org

0 comments: