Manajemen telah menjadi area penelitian yang menarik selama bertahun-tahun. Salah satu fokus penelitian dalam manajemen saat ini adalah apakah proses manajemen dapat adaptif dan self-organize.
Dari pendekatan knowledge management, manajemen dapat dikatakan didasari oleh pengumpulan dan transformasi knowledge menjadi produk dan jasa yang dapat dijual. Dengan demikian, majemen dari koleksi knowledge yang dimiliki oleh organisasi dan transformasinya menjadi sangat penting bagi kesuksesan organisasi (Dann dan Barclay, 2006).
Knowlegde management telah menjadi suatu kebutuhan strategis suatu perusahaan untuk tetap mempertahankan competitive advantage-nya. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh Snowden dan Stanbrid (2004), bahwa kebutuhan strategis bagi perusahaan atau organisasi akan knowledge management telah diterima oleh banyak pihak. Contohnya seperti semakin bertumbuhnya permintaan akan inovasi dan meningkatnya intensitas knowledge di banyak area bisnis. Sedangkan oleh McElroy (2000) dikatakan knowledge perusahaan atau sering disebut dengan istilah lain intellectual capital, intellectual property, knowledge assets, atau business intelligence, saat ini dilihat sebagai yang paling akhir dan satu-satunya sumber keunggulan kompetitif dalam bisnis yang berkelanjutan dan tidak dapat “ditiru”.
Gambar 9. The knowledge lifecycle.
Sumber: McElroy (2000)
Gambar 9 merupakan model knowledge lifecycle. Model ini diciptakan oleh KM Standards Committee of Knowledge Management Consortium. Terdapat tiga tingkatan dasar dalam knowledge lifecycle: produksi knowledge, validasi knowledge, dan integrasi knowlegde. Jika diperhatikan terlihat kemiripan model ini dengan model CAS dalam hal role of feedback. Merupakan hal yang lazim juga bagi kedua model dalam hal intepretasi knowledge sebagai rules dan rule sets yang ada yang ditunjukkan disini dalam bentuk organizatioal knowledge. Sedangkan “knowledge claim” merupakan rule yang baru atau knowledge yang baru dalam tahap perkembangannya (formative) (McElroy, 2002; hal 202).
Dann dan Barclay (2006) membangun sebuah complexity representation model (CRM) untuk proses manajemen. Proses manajemen dalam hal ini lebih diartikan secara mendasar dan generik terkait dengan proses manajemen secara umum.
Gambar 10. Proses-proses Complexity Representation Model (CRM)
Sumber: Dann dan Barclay (2006), hal. 23
Mereka menggambarkan CRM dengan mengelompokkan sifat-sifat complexity dalam proses manajemen. Dibawah ini adalah pengelompokkan sifat-sifat complexity dalam proses manajemen yang mereka lakukan:
Tabel 2. Sifat-sifat complexity berdasarkan kelompoknya
Penciptaan, penyebaran, dan penggunaan knowledge dalam suatu organisasi tergantung oleh perubahan dari tacit knowledge menjadi explicit knowledge. Nonaka dan Takuechi (1995) dalam Dann dan Barclay (2006) megajukan empat cara supaya hal tersebut dapat terjadi:
• Eksternalisasi (tacit ke eksplisit)
• Internalisasi (eksplisit ke tacit)
• Kombinasi (eksplisit ke eksplisit)
Dalam hal knowledge gaps yaitu knowledge yang tidak diketahui dari yang perlu diketahui oeleh suatu organisasi, Koulopoulos (1997) dalam Dann dan barclay (2006) mengajukan proses evaluasi knowledge gaps dengan menggunakan “knowledge chain” yang terdiri dari:
• Internal awareness yang membawa ke• Internal responsiveness
• External awareness yang membawa ke
• External responsiveness
Dalam organisasi terdapat critical knowledge functions, yaitu berdasarkan definisi Wiig (1995) merupakan domain kunci knowledge suatu organisasi. Sebagian hal tersebut diperoleh oleh organisasi melalui sistem formal, namun skala dan complexity dari proses akumulasi, konversi dan penyebaran knowledge menyebabkan critical knowlegde functions diperoleh mealui proses informal. Dengan demikian diperlukan adanya keseimbangan antara kebebasan dan kontrol dalam organisasi agar hal tersebut menjadi optimal.
Gambar 11. Complexity Application Model
Sumber: Dann dan Barclay (2006), hal. 26
Complexity application model (CAM) menggunakan basis dari “alur” complexity theory, yaitu dari Organisai ke Evolusi, yang berinteraksi dengan sistem formal dan non-formal dan proses-proses dari organisasi. Dibawah ini dijelaskan fungsi-fungsi dari model CAM pada Gambar 11:
• Aspek formal
Aspek formal merepresentasikan knowledge, proses, sistem dan prosedur organisasi yang formal yang terkait dengan kemampuan melihat dan memprediksi kejadian yang potensial terjadi melalui rencana dan sistem yang contingent. Dalam hal ini potensial “ketidakcocokan” dapat diprediksi dan kemampuan untuk mengatasi seharusnya dapat timbul dan dibangun kedalam sistem. Proses formal berlaku hingga terjadinya “ketidakcocokan” yang serius yang menuntut perubahan yang signifikan.
• Aspek informal
Aspek informal merepresentasikan knowledge dan proses learning yang bersifat informal di organisasi, berhubungan dengan kejadian-kejadian yang tidak dapat dilihat melalui kemampuan orang-orang dan budaya yang terdapat dalam organisasi. Dalam hal ini “ketidakcocokan” tidak dapat dan didasari oleh proses learning, adaptasi dan evolusi dalam complexity theory. “Ketidakcocokan” minor dapat berhubungan dengan informal proses yang tanpa memerlukan perubahan dalam sistem formal. Ketika “ketidakcocokan” menjadi serius, hasil dari tindakan sistem informal dapat disatukan dengan proses formal.
• Konfirmasi knowledge
Hal in memiliki dua dimensi. Jika kejadian-kejadian “cocok” dari yang dibutuhkan dan/atau dari yang diprediksi, maka knowledge yang telah ada valid dan dipertegas. Jika kejadian-kejadian menciptakan “ketidakcocokan”, maka knowledge yang baru dan lebih tepat harus disatukan, divalidasi dan dipertegas. Dalam kedua kasus new learning mungkin saja diserap.
• Penyatuan proses learning
Hal ini juga memiliki dua dimensi. Baik pada kejadian yang ‘’cocok’’ maupun yang ‘’tidak cocok’’ proses learning yang baru dan lebih tepat dapat saja disatukan kedalam organisasi sebagaimana dibutuhkan untuk peningkatan.
• Pengembangan organisasi
Dalam hal ini terdapat dua titik ekstrim. Jika proses bekerja berjalan dengan baik, maka knowledge organisasi menjadi dipertegas sebagai dasar yang benar (yaitu “cocok”). Minor perturbations terkait dengan sistem informal yang mampu mengatasinya. Jika proses formal tidak bekerja dengan baik (“tidak cocok”), maka proses learning dari proses informal dapat dibangun kedalam proses formal.
0 comments:
Post a Comment