Prospek Ekonomi dan Pasar Modal Indonesia 2010

Tulisan ini dipublikasikan pada Koran Investor Daily, 11 Januari 2010




Tren Ekonomi dan Pasar Modal 2009


Awal tahun dimulai dengan rasa pesimis dan kekhawatiran karena subprime mortgage crisis baru saja menunjukkan tajinya pada kuartal IV 2008. Rasa trauma investor akibat runtuhnya pasar modal dunia, termasuk Indonesia, masih membekas. Rontoknya IHSG sebesar 52% dari titik tertinggi 2.830 pada minggu kedua Januari 2008 menjadi 1.355 pada akhir tahun 2008 (bahkan sempat anjlok ke level 1.111 pada akhir Oktober 2008) membuat banyak investor harus merenung dan menarik napas panjang pada awal 2009.

Hingga bulan terakhir 2009, perekonomian Indonesia secara umum menunjukkan kinerja yang baik. Di satu pihak, memang tercapai stabilitas, yang ditunjukkan oleh kinerja kurs rupiah (berada di kisaran Rp 9.450/USD), dan inflasi berada di level 2-3% dari awal hingga akhir 2009. Sementara itu, kinerja ekspor dan neraca perdagangan (balance of trade) juga mulai membaik pasca krisis global akhir 2008. Hingga akhir Oktober 2009, ekspor total tercatat USD 95,96 miliar, sedangkan impor hanya USD 74,89 miliar, yang berarti telah terjadi surplus neraca perdagangan USD 21,07 miliar (hingga Oktober 2009).



Sumber: Departemen Perdagangan


Kinerja bagus neraca perdagangan ini juga diikuti dengan capital inflow yang deras, yang tercermin dari indeks harga saham gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia pada akhir tahun 2009 yang ditutup pada level 2.534.

Menurut hasil riset CAPITAL PRICE yang terangkum dalam bundel Capital Market Trends 2009/2010, rata-rata (CAGR) profitabilitas perusahaan dari sisi operating profit meningkat sebesar 23-26% selama periode 2002-2009. Begitu juga dengan persepsi pasar (market perception) 2009-2010 yang ikut meningkat, terbukti dengan peningkatan modal perusahaan yang rata-rata tumbuh sebesar 21-24%.

Kombinasi keduanya telah menghasilkan penumpukan cadangan devisa (exchange reserves) mencapai lebih dari USD60 miliar pada akhir 2009. Sebagai perbandingan, cadangan devisa di saat perekonomian Indonesia mengalami krisis 1997−1998 terdahulu hanya USD 21 miliar. Hal ini mengindikasikan bahwa cadangan devisa berada di level yang relatif aman, dan menjadi modal penting untuk menyongsong 2010.

Alasan Ekonomi dan Pasar Modal 2010 Lebih Baik

Konsensus para ekonom dan analis memperkirakan bahwa perekonomian Indonesia dan dunia 2010 akan lebih baik daripada 2009. International Monetary Fund (IMF) memperkirakan pertumbuhan ekonomi (produk domestik bruto (PDB)) dunia diperkirakan akan meningkat menjadi 3,1%, sedangkan ekonomi Indonesia 2010 menurut Bank Indonesia diperkirakan akan tumbuh sebesar 5% (atau lebih tinggi daripada estimasi IMF sebesar 4,8% (Oktober 2009). Kondisi pasar domestik yang cukup kuat dan pasar ekspor global yang semakin pulih adalah pemicunya.


Indikator Makroekonomi
* perkiraan akhir tahun
Sumber: Bank Indonesia, The Economist, IMF, CAPITAL PRICE


BI rate pada Desember 2009 telah berada pada level single digit sebesar 6,5%. Kinerja ekspor 2009 (di atas USD 95 miliar) dan surplus neraca perdagangan yang impresif (USD21.07 miliar) pada 2009 menyebabkan cadangan devisa aman di level lebih dari USD60 miliar, serta rencana perbaikan peringkat kredit Indonesia (yang saat ini di level Speculative Grade BB) mendekati peringkat layak investasi (Investment Grade BBB). Faktor-faktor ini akan menyangga kurs rupiah di level Rp 9.000-an hingga maksimal Rp 9.500/USD.

Pemerintah menargetkan pertumbuhan ekonomi 5,5% (2010), atau lebih tinggi daripada target tahun sebelumnya 3,9-4% (2009) yang sudah tercapai. Proyeksi ini masuk akal, karena pengalaman 2009 menunjukkan bahwa sumber-sumber pertumbuhan ekonomi, yakni C (consumption), I (investment) dan G (government spending), sempat bermasalah, tetapi GDP Indonesia masih dapat tumbuh sebesar 4.3%.


Sumber: Badan Pusat Statistik


Pertumbuhan ekonomi yang sehat dan kestabilan kurs membuat PDB per kapita Indonesia bisa naik menembus level USD2550 per kapita di tahun 2010. Sementara itu, IHSG diperkirakan akan tumbuh dengan angka pertumbuhan yang kembali ke level normal (rata-rata jangka panjang per tahun/CAGR) yaitu sekitar 20% per tahun, ke level 2.900-3.000.

Faktor-faktor yang Perlu Diperhatikan

Terdapat tanda-tanda pemulihan global, walaupun bagi ekonomi negara-negara maju (seperti G7), kualitas pemulihannya masih diperdebatkan mengingat rata-rata tingkat pengangguran yang masih tinggi. Di negara-negara berkembang, optimisme mulai muncul, namun masih terlalu dini untuk menyimpulkan bahwa resesi sudah berakhir. Proses pemulihan justru bisa lebih lemah daripada biasanya, dan bahkan beberapa analis di AS meramalkan double-dip recession sebagai dampak dari stimulus fiskal pemerintah AS yang belum efektif. Selain itu, kenyataan bahwa hutang AS yang meningkat (sehingga beban bunga semakin tinggi) dan defisit yang masih besar menimbulkan keraguan bahwa fondasi pemulihan global masih belum cukup kuat.

Pada awal tahun 2010 ini mulai diberlakukannya FTA (Free Trade Agreement) ASEAN-China. Hal ini menimbulkan kekhawatiran bahwa pelaku usaha belum siap mengingat masih banyak kendala internal yang belum dibenahi seperti infastuktur yang masih belum memadai, birokrasi dan korupsi. Good governance pada level mikro perusahaan, industri, dan makro (pasar finansial dan pemerintahan) sudah saatnya direalisasikan dalam langkah nyata. Skandal ekonomi dan politik yang meresahkan masyarakat seperti skandal KPK, Bank Century, dll, perlu segera dituntaskan agar momentum pemulihan ekonomi tetap berlajut dan tidak kandas di tengah jalan.

Selamat Tahun Baru 2010! Salam Investasi!


Oleh:
Guntur Tri Hariyanto, Roy Sembel, dan Deddy Ertanto





0 comments: