Infrastruktur telekomunikasi memainkan peran yang sangat penting bagi pembangunan ekonomi. Jumlah penduduk yang besar dengan struktur geografis yang terdiri dari ribuan pulau memberikan peluang yang besar namun juga tantangan dalam memberikan pelayanan terhadap kebutuhan telekomunikasi.
Sektor telekomunikasi memiliki tiga jasa utama, yaitu telepon tetap (PSTN), telepon dengan mobilitas terbatas (FWA), dan telepon selular. Jumlah sambungan telepon tetap cenderung tidak mengalami pertumbuhan, sedangkan telepon dengan mobilitas terbatas dan telepon selular memiliki pertumbuhan yang tinggi, dengan rerata pertumbuhan tahunan (CAGR) jumlah pengguna sejak 2004 diperkirakan mencapai 65% dan 40%.
Peraturan pemerintah tentang izin pembangunan menara, kewajiban penggunaan bersama menara dengan operator lainnya, serta kontrak dan kepemilikan menara yang 100% harus lokal memberikan tantangan sendiri. Terutama pengaruhnya terhadap kualitas layanan, tingkat daya saing, dan biaya tambahan atas penyesesuaian pembangunan dan penggunaan menara terhadap peraturan tersebut.
Saat ini persaingan dalam industri telekomunikasi menjadi sangat ketat, terutama untuk jasa telepon selular. Sekitar 85% pasar selular adalah pengguna GSM, sedangkan sisanya pengguna CDMA. Pasar GSM masih dikuasai oleh tiga besar perusahaan, yaitu Telkomsel, Indosat, dan XL. Sedangkan pasar CDMA dikuasai oleh Telkomsel, Bakrie Telecom, dan Mobile-8. Setidaknya ada empat hal yang menjadi penyebab dalam ketatnya persaingan industri telekomunikasi, yaitu: 1) tren semakin rendahnya biaya jasa yang diberikan, 2) hadirnya perusahaan-perusahaan baru, 3) semakin tingginya tuntutan inovasi produk dan jasa, dan 4) cepat usangnya teknologi yang digunakan.
Kinerja Bisnis dan Keuangan
PT Indosat Tbk merupakan satu dari sekian banyak perusahaan telekomunikasi di Indonesia. Sebagai salah satu pionir perusahaan telekomunikasi dengan perjalanan panjang yang telah dilalui, perusahaan telah berevolusi menjadi perusahaan telekomunikasi dengan jasa yang terlengkap di Indonesia. Produk dan layanan yang diberikan perusahaan mencakup jasa selular dan broadband 3.5G, jasa telepon tetap, dan jasa MIDI (multimedia, komunikasi data dan internet).
Tabel Pendapatan Bisnis Perusahaan
Penjualan perusahaan memiliki tren meningkat sejak tahun 2002, dengan rerata pertumbuhan tahunan (CAGR) sebesar 18,42%. Kontribusi pendapatan perusahaan terutama disumbang oleh jasa selular (76%), kemudian diikuti oleh MIDI (14%), dan sisanya disumbang oleh jasa telepon tetap (10%).
Marjin laba bersih (NPM) perusahaan mengalami penurunan sejak tahun 2004. Pada tahun 2003 NPM perusahaan mencapai 19,06%, namun pada tahun 2009 hanya mencapai 8,15%. Di lain pihak nilai hutang perusahaan semakin meningkat. Pada tahun 2002 debt-to-assets ratio (DAR) perusahaan berada di nilai 51,81%, kemudian pada tahun 2008 telah mencapai 66,32%. Sementara itu, antara tahun 2010 hingga 2013, rerata hutang perusahaan yang jatuh tempo adalah sebesar Rp 462,75 miliar.
Perusahaan mengeluarkan belanja modal atau capital expenditure (CAPEX) sebesar Rp 9,276 triliun (2007), Rp 12,342 (2008) dan Rp 11,585 (2009). Rasio belanja modal terhadap penjualan cukup tinggi, dengan rasio sebesar 59% (2007), 66% (2008), dan 63% (2009). Tingkat belanja modal perusahaan yang cukup tinggi dan penurunan laba bersih perusahaan, memberikan pengaruh pada menurunnya arus kas dari operasi tahun 2009 hingga sebesar 38% dibandingkan tahun 2008. Sementara pada tahun 2008, arus kas dari operasi juga telah menurun sebesar 21% dari tahun 2007.
Pada tanggal 31 Desember 2008, Qatar Telecom (Qtel) resmi memiliki kendali terhadap 40,81% saham perusahaan dan menjadi pemegang saham mayoritas. Pada tahun 2009 perusahaan melakukan restrukturisasi organisasi, manajemen, dan bisnis yang diharapkan dapat merefleksikan kebutuhan pelanggan dan sejalan dengan best practice internasional. Program restrukturisasi bisnis perusahaan yang dilakukan salah satunya adalah pengurangan pelanggan jasa selular yang bernilai rendah (low value) bagi perusahaan serta perluasan dan peningkatan jaringan. Hal ini memberikan dampak pada penurunan pendapatan dan tingkat keuntungan perusahaan pada tahun 2009.
Kinerja Saham
Kinerja saham perusahaan dilihat dari rerata return terhadap volatilitas harga saham secara umum di bawah kinerja IHSG. Sejak tahun 2005 rerata return disetahunkan perusahaan tidak terlalu menggembirakan, walaupun tingkat volatilitas harga saham cenderung tidak terlalu tinggi. Sementara sejak tahun 2007 cenderung terjadi penurunan risiko pasar perusahaan, yang berada di sekitar 0,80 – 1,05.
Pasar melihat bahwa future growth opportunity perusahaan masih lebih baik dibandingkan dengan perusahaan-perusahaan lainnya, namun untuk current performance perusahaan tidak diekspektasi dengan tinggi oleh pasar. Hal ini sejalan dengan kinerja keuangan perusahaan yang masih belum menunjukkan nilai yang cukup baik, dan masih besarnya nilai investasi yang perlu dilakukan perusahaan untuk melakukan pengembangan usaha.
Dapat dikatakan bahwa kondisi fundamental perusahaan cenderung sejalan dengan ekspektasi pasar terhadap perusahaan. Tantangan tren penurunan harga jasa, semakin kompetitifnya persaingan dalam industri telekomunikasi, serta kebutuhan investasi yang besar perlu dijawab oleh perusahaan sehingga ekspektasi pasar terhadap perusahaan dapat meningkat. Salam investasi!
Oleh:
Guntur Tri Hariyanto dan Roy Sembel
0 comments:
Post a Comment