PT Kawasan Industri Jababeka Tbk merupakan perusahaan swasta pertama yang memperoleh izin untuk membangun suatu kawasan industri di Indonesia pada tahun 1989. Demikian pula merupakan perusahaan pengembang kawasan industri yang pertama kali menjadi perusahaan publik pada tahun 1994. Segmen bisnis perusahaan hingga saat ini terbagi dalam lima area, yaitu: 1) kawasan industri, 2) kawasan perumahan, 3) kawasan komersial, 4) infrastruktur, dan 5) golf.
Sebagian besar bisnis perusahaan terpusat di kawasan Jababeka, Cikarang. Beberapa bisnis perusahaan yang berada di luar Cikarang adalah kawasan industri Cilegon, Borobudur International Golf and Country Club di Magelang, dan perkantoran Menara Batavia di Jakarta.
Pada kawasan industri perusahaan menyediakan kavling industri dan pabrik siap pakai bagi perusahaan berskala kecil hinggal perusahaan multinasional berskala besar. Pada kawasan perumahan perusahaan menawarkan rumah dengan konsep kluster serta kondominium. Pada kawasan komersial perusahaan menyediakan ruko, ruang perkantoran, area komersial, dan kelab eksekutif. Sedangkan dalam bisnis infrastruktur perusahaan memberikan pelayanan pengelolaan air bersih, pengelolaan limbah, serta manajemen kawasan.
Kinerja Keuangan
Pendapatan perusahaan mengalami peningkatan pesat pada tahun 2005 dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, dengan pendapatan tercatat sebesar Rp 567,4 miliar, tertinggi sepanjang berdirinya perusahaan. Hal ini didorong oleh keberhasilan dalam usaha pemasaran kawasan industri di Cilegon untuk pertama kalinya. Namun, pada tahun-tahun berikutnya pendapatan perusahaan tidak dapat melebihi tahun 2005, dan berfluktuasi dari tahun ke tahun. Pada tahun 2009, perusahaan membukukan pendapatan sebesar Rp 392,6 miliar.
Laba usaha perusahaan pada tahun 2009 tercatat sebesar Rp 46,8 miliar, menurun cukup tinggi dibandingkan tahun 2008 yang mencapai Rp 107,2 miliar. Perusahaan membukukan laba bersih pada tahun 2009 sebesar Rp 16,4 miliar, sedangkan pada tahun 2008 perusahaan membukukan rugi bersih sebesar Rp 62,4 miliar. Kerugian ini disebabkan oleh adanya rugi dari selisih kurs sebesar Rp 144,6 miliar dan pembayaran bunga pinjaman sebesar Rp 94,9 miliar. Laba perusahaan pada tahun 2009 terutama dibantu oleh adanya laba dari selisih kurs sebesar Rp 105,1 miliar, sebab pada tahun ini perusahaan masih melakukan pembayaran bunga pinjaman yang tinggi sebesar Rp 114,5 miliar dan terjadinya penuruan pendapatan sekitar 15% dari tahun sebelumnya.
Besarnya biaya bunga yang ditanggung oleh perusahaan terutama berasal dari pinjaman bridging loan facility yang digunakan untuk pembangunan pembangkit listrik. Sementara itu nilai hutang perusahaan kembali meningkat pada tahun 2007 hingga 2009, setelah mengalami tren penurunan sejak tahun 2003 hingga 2006. Pada tahun 2009 nilai debt-to-assets ratio (DAR) perusahaan mencapai senilai 49,70%, meningkat cukup tinggi dibandingkan tahun 2006 yang hanya sebesar 14,98%. Peningkatan hutang perusahaan terkait dengan pendanaan bagi pembangunan berbagai proyek pengembangan yang sedang dilakukan perusahaan.
Pendapatan perusahaan untuk segmen kawasan industri dan perumahan pada tahun 2009 mengalami penurunan cukup tinggi, yaitu antara 30% – 60% dibandingkan tahun sebelumnya. Tren stagnan dan kecenderungan penurunan pendapatan dari bisnis kawasan industri dan perumahan mendorong perusahaan untuk melakukan inovasi seperti melakukan pembangunan pembangkit listrik, dry port, movie land, dan medical city. Dalam hal ini dapat dikatakan perusahaan sedang berupaya menciptakan blue ocean bagi bisnisnya serta semakin mengintegrasikan produk dan jasanya.
Saat ini perusahaan memfokuskan diri untuk meningkatkan recurring revenue dengan lebih mengembangkan bisnis dengan produk dan jasa yang dibutuhkan secara berkelanjutan oleh pelanggannya. Data menunjukkan bahwa tiga segmen pendapatan perusahaan yaitu, jasa dan pemeliharaan, penyewaan ruang kantor dan ruko, dan golf terus mengalami peningkatan setiap tahunnya. Di lain pihak, bisnis pembangkit listrik perusahaan telah menghasilkan pendapatan pada tahun 2009 mencapai 5,87% dari total pendapatan, walaupun masih mengalami kerugian.
Kinerja Saham
Pada tahun 2005 – 2008, nilai risiko pasar (beta) perusahaan cukup tinggi, yaitu antara 1,4 – 1,8. Pada tanggal 24 September 2007 saham perusahaan mencapai harga tertinggi dengan harga penutupan sebesar Rp 285 per lembar saham. Pada akhir November 2008 hingga awal April 2009, harga saham perusahaan stagnan di level Rp 50 per lembar saham. Harga saham perusahaan relatif terhadap IHSG mengalami tren penurunan sejak bulan November 2007. Fluktuasi harga saham perusahaan cukup tinggi dan berada di kisaran 50% hingga 80% dalam ukuran deviasi standar yang disetahunkan.
Sedangkan tingkat return saham perusahaan cukup lumayan terutama antara tahun 2004 hingga 2007 dan tahun 2009, dengan rerata return yang disetahunkan dapat berada di atas 50%. Sementara itu, persepsi pasar tentang current performance dan future growth opportunity masih di bawah rata-rata perusahaan lainnya. Salam investasi!
Oleh:
Guntur Tri Hariyanto dan Roy Sembel
Oleh:
Guntur Tri Hariyanto dan Roy Sembel
0 comments:
Post a Comment