Antisipasi Kenaikan Fed Rate
Belakangan ini, terjadi peningkatan volatilitas di pasar modal Indonesia terutama dipicu oleh semakin dekatnya kemungkinan The Fed menaikkan suku bunga acuannya. Hal tersebut memberikan kekhawatiran akan keluarnya investasi asing dari pasar modal Indonesia, sehingga akan menurunkan nilai dan kapitalisasi saham. Bagaimana sebenarnya kondisi pasar modal kita dan bagaimana kita menyikapi kemungkinan kenaikan Fed rate?
Pasar modal Indonesia masih masuk dalam kategori emerging market. Hal ini terutama ekonomi Indonesia masih masuk dalam kategori berpendatan rendah dan kapitalisasi pasar modal Indonesia terhadap PDB juga masih rendah (sekitar 50%). Hal ini menunjukkan realitas mengenai tingkat pengetahuan keuangan atau financial literacy dan pemanfaatan produk keuangan di negara ini yang masih rendah. Bahkan jumlah investor di pasar modal pun masih sangat rendah, masih jauh di basah rasio 1% penduduk.
Dengan kondisi tersebut di atas, nilai investasi investor domestik ke pasar menjadi kurang kompetitif terhadap porsi investasi asing. Diperkirakan kepemilikan aset investor asing di pasar modal domestik mencapai sekitar 60%, meskipun dalam kegiatan transaksi perdagangan, investor domestik masih lebih menguasai. Besarnya porsi kepemilikan aset oleh asing membuat pasar modal kita menjadi lebih sensitif terhadap perkembangan pasar keuangan global. Terlebih apabila dana yang masuk bersifat hot money, atau uang yang sifatnya bukan untuk investasi jangka panjang.
Untuk meningkatkan kepercayaan investor asing di pasar modal maupun meningkatkan daya tahan pasar modal kita salah satu caranya adalah meningkatkan kualitas transparansi dan governance pasar modal maupun para emiten yang ada. Selain itu pemberian insentif terutama terkait biaya transaksi dan biaya lainnya sehingga dapat menarik investor. Dalam hal ini, peran BEI selaku pengelola pasar modal yang menjadi harapan.
Di sisi lain, perkembangan ekonomi makro Indonesia juga berpengaruh untuk menarik investor berinvestasi di pasar modal. Oleh karenanya pembenahan struktur ekonomi dan faktor-faktor kritis lainnya yang mengarahkan pembangunan lebih berkualitas akan sangat berpengaruh pada prospek para emiten. Untuk hal ini, terutama peran pemerintah, DPR, dan Bank Indonesia akan sangat krusial, tanpa menghilang peran penting lembaga lainnya. Berbagai kebijakan yang dikeluarkan akan sangat diperhatikan oleh para investor asing untuk mengukur tingkat keamanan investasi mereka dan juga potensi return yang akan diperolah.
Sehubungan kemungkinan kenaikan Fed rate, yang bisa dilakukan adalah terus memperbaiki struktur ekonomi dan peningkatan kualitas pembangunan. Kita bisa berkaca pada Filipina yang memperoleh pertumbuhan investasi asing yang tinggi karena daya tarik pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan peningkatan perbaikan fundamental ekonominya. Tahun lalu pasar modal Filipina berkinerja terbaik ketiga secara global setelah Tiongkok dan India, dan juga nilai investasi asing langsung mengalami kenaikan sebesar 66%.
Patut disyukuri bahwa baru-baru ini Indonesia sudah dikeluarkan dari kelompok fragile five oleh Morgan Stanley. Fragile five adalah lima negara ekonomi berkembang utama yang dianggap memiliki kerentanan yang tinggi dalam hal fluktuasi mata uangnya. Dikeluarkannya Indonesia karena dianggap telah melakukan reformasi yang cukup yang salah satunya adalah penghapusan subsidi bahan bakar premium dan target defisit anggaran hingga 1,9%.
Meski demikian, pekerjaan rumah kita masih banyak. Defisit transaksi berjalan Indonesia masih dikisaran 3%, kemampuan ekspor di luar komoditas masih lemah, berbagai infrastruktur vital masih banyak belum terbangun. Belum lagi apabila kita bicara tentang pemberdayaan aparatur negara dan pemberantasan korupsi yang masih terus terseok-seok. Namun tentunya, optimisme harus terus dijaga dan upaya perbaikan-pembenahan di berbagai segi terus dilanjutkan.
Labels:
Capital Market,
Economics,
Global Market
0 comments:
Post a Comment